A. PENGERTIAN AKHLAK
Kata “Akhlak” berasal dari bahasa
arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang
menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata
tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun خَلْقٌ yang berarti kejadian, yang juga erat
hubungannya dengan khaliqخَالِقٌ
yang berarti pencipta, demikian pula dengan Makhluqun مَخْلُوْقٌ yang
berarti yang diciptakan.1
Perumusan
pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik
antara Khaliq dengan makhluk.
Ibnu
Athir menjelaskan bahwa “Hakikat makna
khuluq itu ialah gambaran bathin manusia ( jiwa dan sifat-sifatnya ), sedangkan
khalqu merupakan gambaran jasmani manusia tersebut.”2
Kata
akhlak sering diidentikkan dengan kata kholqun (bentuk lahiriyah) dan Khuluqun
(bentuk batiniyah), jika dikaitkan dengan seseorang yang bagus berupa kholqun
dan khulqunnya, maka artinya adalah bagus dari bentuk lahiriah dan rohaniyah.
Dari dua istilah tersebut dapat kita pahami, bahwa manusia terdiri dari dua
susunan jasmaniyah dan batiniyah.
Untuk
jasmaniyah manusia sering menggunakan istilah kholqun, sedangkan untuk
rohaniyah manusia menggunakan istilah khuluqun. Kedua komponen ini memilih
gerakan dan bentuk sendiri-sendiri, ada kalanya bentuk jelek (Qobi’ah) dan
adakalanya bentuk baik (jamilah).
Akhlak
yang baik disebut adab. Kata adab juga digunakan dalam arti etiket, yaitu tata
cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar
mereka.
Ibnu
Maskawaih memberikan definisi sebagai berikut: “Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (terlalu lama)”3
Imam
Ghazali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut: “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan
pikiran (lebih dahulu). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan
terpuji menurut ketentuan rasio dan norma agama, dinamakan akhlaq baik. Tetapi
manakala ia melahirkan suatu tindakan buruk, maka dinamakan akhlaq buruk”.4
Prof.
Dr. Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa yang disebut akhlak “Adatul-Iradah”
atau kehendak yang dibiasakan. Definisi ini terdapat dalam suatu tulisannya
yang berbunyi:
“Sementara orang membuat definisi
akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa
kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinakamakan akhlak.”5
Makna
kata kehendak dan kata kebiasaan dalam penyataan tersebut dapat diartikan bahwa
kehendak adalah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang,
sedang kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya.
Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan
dari kekuatan dari kekuatan yang besar inilah dinamakan Akhlak.
Sekalipun
ketiga definisi akhlak diatas berbeda kata-katanya, tetapi sebenarnya tidak
berjauhan maksudnya, Bahkan berdekatan artinya satu dengan yang lain.
Prof.
KH. Farid Ma’ruf membuat kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai
berikut:
“Kehendak jiwa manusia yang
menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan
pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.6
Jadi,
pada hakekatnya Akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah menetap dalam
jiwa dan kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan
cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa pemikiran.
Akhlak
disebut juga sebagai kondisi atau sifat yang telah meresap dan terpatri dalam
jiwa.
Selanjutnya,
menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai
manifetasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi 2 syarat, yaitu :
1. Perbuatan
itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.
2. Perbuatan
itu dilakukan karena dorongan emosi jiwanya, bukan karena adanya
tekanan-tekanan yang dating dari luar, seperti paksaan dari orang lain sehingga
menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah, dsb.
Dalam
berakhlakul karimah, Rasulullah SAW adalah panutan yang paling tepat, karna
Beliau mempunyai akhlak yang sangat mulia.
“
Dan engkau Muhammad, sungguh memiliki akhlak yang agung ” . (QS. Al-Qalam:
4)
Karena
Rasulullah pun diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.
“Bahwasanya aku
(Muhammad) diutus menjadi Rasul tak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak (mulia).”
(Al-Hadits)
B. ISTILAH LAIN DARI AKHLAK
Etika
Perkataan etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang berarti Adat kebiasaan.7 Didalam Ensiklopedia pendidikan bahwa Etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk.
Perkataan etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang berarti Adat kebiasaan.7 Didalam Ensiklopedia pendidikan bahwa Etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk.
Menurut
Drs. Hamzah Ya’kub yang dimaksud Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan anak perbuatan manusia yang dapat
diketahui oleh akal pikiran.
Moral
Moral berasal dari bahasa Latin “mores” yaitu bentuk jamak dari “Mos” yang berarti adat kebiasaan.
Moral berasal dari bahasa Latin “mores” yaitu bentuk jamak dari “Mos” yang berarti adat kebiasaan.
Kesusilaan
Kesusilaan berasal dari kata Susila yang berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.
Kesusilaan berasal dari kata Susila yang berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.
Di
dalam kamus umum Bahasa Indonesia dikatakan Susila berarti sopan, beradab, baik
budi bahasanya oleh karena itu yang dimaksud kesusilaan adalah membimbing
manusia agar hidup sopan sesuai dengan norma-norma tata susila.
Persamaan
antara ilmu akhlak, etika dan moral adalah sama-sama menentukan hukum atau
nilai perbuatan manusia dengan keputusan baik atau buruk, sedangkan
perbedaannya terletak pada tolak ukurnya, dimana akhlak tolak ukurnya adalah
akal pikiran sedangkan norma/moral tolak ukurnya adalah kebiasaan yang umum
berlaku di masyarakat.
C. MACAM-MACAM AKHLAK
Ada 2 (dua) penggolongan akhlak secara garis besar yaitu: akhlak mahmudah
(karimah) dan akhlak mazmumah (qabihah). Di samping istilah tersebut Imam
Al-Ghazali menggunakan juga istilah “munjiyat” untuk akhlak mahmudah dan
“muhlihat” untuk yang mazmumah.
Di
kalangan ahli tasawuf, kita mengenal system pembinaan mental, dengan istilah:
Takhalli, tahalli dan tajalli.
Takhalli
adalah mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, karena
sifat-sifat tercela itulah yang dapat mengotori jiwa manusia. Dan tahalli
adalah mengisi jiwa (yang telah kosong dari sifat-sifat tercela) dengan
sifat-sifat yang terpuji (mahmudah).
Jadi dalam rangka pembinaan mental, pensucian jiwa hingga dapat berada dekat
dengan Tuhan, maka pertama kali yang dilakukan adalah pengosongan atau
pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela, hingga akhirnya sampailah pada
tingkat berikutnya dengan apa yang disebut “tajalli”, yakni tersikapnya tabir
sehingga diperoleh pancaran Nur Ilahi.
Yang
dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang
baik (yang terpuji). Sebaliknya segala macam sikap dan tingkah laku yang
tercela disebut dengan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah tentunya dilahirkan
oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula
akhlak mazmumah dilahirkan oleh sifat-sifat mazmumah.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
mengatakan, akhlaq baik bersumber dari taqwa kepada Allah, semakin kuat taqwa
seseorang, semakin baik pula akhlaqnya. Taqwa kepada Allah mendorong manusia
untuk selalu berbuat baik terhadap-Nya, hingga ia dapat mencintai-Nya.
Sedangkan akhlaq baik mendorong manusia untuk selalu berkomunikasi baik
terhadap sesame manusia, lalu ia dapat mengajak manusia untuk saling mencinta.8
Sedangkan
keburukan akhlaq seseorang, dapat dipengaruhi oleh bawaan buruk dan lingkungan
sosial yang tidak menguntungkan perkembangan kejiwaannya, baik lingkungan rumah
tangganya, sekolah, dan masyarakatnya.9
Oleh
karena itu sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa sikap dan tingkah laku
yang lahir adalah merupakan cermin/ gambaran daripada sifat/kelakuan batin.
Beberapa
akhlak mahmudah seperti bersikap setia, jujur, adil, pemaaf, disenangi,
menepati janji, memelihara diri, malu, berani, kuat, sabar, kasih sayang, murah
hati, tolong menolong, damai, persaudaraan, menyambung tali persaudaraan,
menghoranati tamu, merendahkan diri, berbuat baik, menundukkan diri, berbudi
tinggi, memelihara kebersihan badan, cenderung kepada kebaikan, merasa cukup
dengan apa yang ada, tenang, lemah lembut, bermuka manis, kebaikan, menahan
diri dari berlaku maksiat, merendahkan diri kepada Allah, berjiwa kuat dan lain
sebagainya.
Sedangkan yang termasuk dalam akhlak mazmumah, antara lain: egoistis, lacur,
kikir, dusta, peminum khamr, khianat, aniaya, pengecut, aniaya, dosa besar,
pemarah, curang, culas, mengumpat, adu domba, menipu, memperdaya, dengki,
sombong, mengingkari nikmat, homosex, ingin dipuji, ingin didengar
kelebihannya, makan riba, berolok-olok, mencuri, mengikuti hawa nafsu, boros,
tergopoh-gopoh, membunuh, penipuan, dusta, berlebih-lebihan, berbuat kerusakan,
dendam, merasa tidak perlu pada yang lain dan lain sebagainya yang menunjukkan
sifat-sifat yang tercela.
D. PENTINGNYA PERANAN AKHLAK
Manusia
dianugerahkan Allah berupa akal pikiran, dan karenanya membedakannya dengan
makhluk lainnya, yaitu mempunyai 2 jalur hubungan. Jalur pertama, adalah jalur hubungan
vertical, yakni hubungan manusia sebagai ciptaan dengan Allah SWT yang
menciptakan. Jalur kedua, adalah jalur hubungan horizontal, yakni hubungan
antar manusia dengan sesamanya. Kedua jalur hubungan tersebut harus dipelihara
dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian maka akan diperoleh
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Dalam
Islam, kedua jalur tersebut diatur dalam “Akhlak”. Oleh karena itu, maka akhlak
adalah sangat penting bagi manusia dan juga merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan manusia. Kepentingan akhlak ini tidak saja dirasakan
oleh manusia itu sendiri dalam kehidupan perorangan, tetapi juga dalam
kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, bahkan dalam kehidupan bernegara.10
Akhlak juga merupakan mutiara hidup
yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk lainnya, sebab seandainya
manusia tanpa akhlak, maka akan hilanglah derajat kemanusiaannya sebagai
makhluk Allah yang paling mulia, dan turunlah ke derajat binatang. Bahkan tanpa
akhlak, manusia akan lebih hina, lebih jahat dan lebih buas dari binatang buas.
Dan manusia yang demikian ini adalah sangat berbahaya. Oleh karena itulah kalau
suatu Negara yang masing-masing manusianya sudah tidak berakhlak, maka
kehidupan bangsa dan masyarakat tersebut menjadi berantakan.
Untuk
mewujudkan akhlaq yang mulia, manusia harus mengetahui batasan-batasan perilaku
dan sikap, yang baik ataupun yang buruk, serta cara mengikuti dan menjalani
nilai-nilai tersebut, sehingga menjadi sebuah kegemaran dan kebiasaan.
Untuk mengetahuinya, kita perlu mempelajari
Ilmu Akhlaq.
Mansur
Ali Rajab menyampaikan kembali definisi Ilmu Akhlaq yang pernah dikemukakan
oleh al-Bustani yang mengatakan:
“Ilmu tentang nilai-nilai yang
baik, lalu mengetahui cara-cara mengikutinya, agar manusia (dapat
menggunakannya) untuk berbuat baik. Dan (Ilmu) tentang nilai-nilai yang buruk,
lalu (mengetahui) cara-cara menjauhinya untuk membersihkan diri dari padanya.”11
Dengan
bekal Ilmu Akhlak, orang dapat mengetahui batas mana yang baik dan batas mana
yang buruk. Juga dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dengan maksud dapat
menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsisi yang sebenarnya.12
Diantara
manfaat mempelajari Ilmu Akhlak antara lain:
1. Memberikan
pengetahuan kepada manusia tentang kriteria baik dan buruk, lalu memberikan
tuntunan tentang cara yang terbaik untuk melakukan perbuatan baik, serta cara
yang terbaik untuk menjauhi perbuatan buruk.
2. Untuk
menanamkan sikap pada diri manusia bahwa perbuatan baik dapat memperoleh
kebaikan hidup, sedangkan perbuatan buruk dapat menyengsarakannya.
3. Bersedia
berbuat kebaikan, kapan dan dimana saja bila dibutuhkan. Dan bersedia
menghindari perbuatan buruk, kapan dan dimana saja, untuk menjaga dan
memelihara agamanya, masyarakatnya, dan dirinya.13
Dengan
mengamalkan tuntunan dalam Ilmu Akhlaq, maka manusia diharapkan melakukan
perbuatan yang mulia (akhlakul karimah), dan memperoleh kebahagiaan bathin,
baik di dunia maupun di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar