1.
BIOGRAFI IBN
BAJJAH
Ia adalah abu bakar Muhammad bin
yahya, yang terkenal dengan sebutan ibn us-shaigh atau ibnu bajjah. Orang-orang
eropa pada abad pertengahan menamai ibnu bajjah dengan “avempance” ibnu bajjah
adalah filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di
Andalusia. Ia di lahirkan di Saragossa (spanyol) pada akhir abad ke-5 H/ abad
ke-11 M.riwayat hidupnya secara rinci tidak banyak di ketahui orang. Begitu
juga mengenai pendidikan yang ditempuhnya dan guru yang mengasuhnya tidak
trdapat informasi yang jelas.
Menurut beberapa literatur, ibnu
bajjah bukan hanya seorang filosof ansich, tetapi ia juga seorang saintis yang
menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, astronomi,
fisika, musikus, dan matematika. Fakta ini dapat di terima karena di masa itu
belum terjadi pemisahan dalam suatu buku antara sains dan filsafat sehingga
seseorang yang mempelajari salah satunnya terpaksa bersentuhan dengan yang lain.
Ia juga aktif dalam dunia politik, sehingga gubernur Saragossa
dault-almurabith, abu bakar ibnu ibrahim al-sahrawi mengangkatnya menjadi
wazir. Akan tetapi sewaktu kota Saragossa jatuh ketangan raja alfonso 1 di
aragon ibnu bajjah terpaksa pindah ke kota Seville via Valencia. Di kota
ini ia bekerja sebagai seorang dokter. Kemudian dari sini ia pindah ke
Granada dan selanjutnya berangkat ke afrika utara, pusat kerajaan dinasti
murabith barbar. Setelah itu ibnu bajjah berangkat pula ke fez, marokko. Di kota
ini ia di angkat menjadi wazir oleh abu bakar yahya ibnu yusuf ibnu tashfin
selama 20 tahun. Akhirnya di kota inilah ia menghembuskan napasnya yang
terakhir pada bulan ramadhan 533 H/1138 M, menurut beberapa informasi
kematianya ini karena di racuni oleh temanya, seorang dokter yang iri hati
terhadap kejeniusanya.
Menurut ibnu Thufail, ibnu bajjah
adalah seorang filosof muslim yang paling cemerlang otaknya, paling tepat
analisanya, dan paling benar pemikiranya. Namun amat disayangkan pembahasan
filsafatnya dalam beberapa bukunya tidaklah matang dan sempurna. Ini di
sebabkan ambisi keduniaanya yang begitu besar dan kematianya yang begitu cepat.
2. KARYA-KARYA IBN BAJJAH
Karya tulis ibnu bajjah yang terpenting dalam bidang
filsafat, sebagai berikut.
1.
kitab tadbir al-mutawahhid, ini
adalah kitab yang paling populer dan penting dari seluruh karya tulisanya,
kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan
diri dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat negara, yang
disebutnya sebagai insan al-muwahhid (manusia penyendiri).
2.
risalat al-wada, risalah ini
membahas penggerak pertama(tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.
3.
risalat al-ittisal, risalah ini
menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal fa’al.
4.
kitab al-nafs, kitab ini menjelaskan
tentang jiwa.
5.
beberapa risalah dalam ilmu logika,
dan sampai sekarang masih tersimpan di perpustakaan escurial(spanyol).
6.
beberapa ulasan tentang buku-buku
filsafat, antara lain dari aristoteles, al-farabi, dan sebagainya.
Menurut carra de vaux, di
perpustakaan berlin ada 24 risalah manuskrip karangan ibnu bajjah.
3. FILSAFAT IBN BAJJAH
Ibnu bajjah adalah ahli yang
menyandarkan pada teori dan praktek ilmu-ilmu matematika, astronomi, musik,
mahir ilmu pengobatan dan studi-studi spekulatif seperti logika, filsafat alam
dan metafisika, ibnu bajjah menyandarkan filsafat dan logikanya pada
karya-karya al-farabi , dan dia telah memberikan sejumlah besar tambahan dalam
karya-karya itu. Dan dia telah menggunakan metode penelitian filsafat yang
benar-benar lain, tidak seperti al-farabi dia berurusan dengan masalah
hanya berdasarkan nalar semata. Dia mengagumi filsafat aristoteles, yang di
atasnya dia membangun sistemnya sendiri. Tapi, dia berkata untuk memahami lebih
dulu filsafatnya secara benar. Itulah sebabnya ibnu bajjah menulis
uraian-uraian sendiri atas karya-karyanya aristoteles.
Uraian-uraian ini merupakan bukti
yang jelas bahwa dia mempelajari teks-teks karya aristoteles dengan sangat
teliti. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini kita akan menelusuri pemikiran
filsafatnya.
·
METAFISIKA
(KETUHANAN)
Menurut Ibnu bajjah, segalah yang
ada (al-maujudat) terbagi dua: yang bergerak dan yang tidak bergerak. Yang
bergerak adalah jisim (materi) yang sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi
dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang di gerakkan. Gerakan ini di
gerakkan pula oleh gerakan yang lain, yang akhir rentetan gerakan ini di
gerakkan oleh penggerak yang tidak bergerak; dalam arti penggerak yang tidak
berubah yang berbeda dengan jisim (materi). Penggerak ini bersifat azali. Gerak
jisim mustahil timbul dari subtansinya sendiri sebab ia terbatas. Oleh karena
itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang infinite (tidak terbatas) yang
oleh ibnu bajjah disebut dengan ‘aql.
Kesimpulanya, gerakan alam ini –jism
yang terbatas- digerakkan oleh ‘aql (bukan berasal dari subtansi alam sendiri).
Sedangkan yang tidak bergerak adalah ‘aql, ia menggerakkan alam dan ia sendiri
tidak bergerak. ‘aql inilah disebut dengan Allah (‘aql, aqil, dan ma’qul)
sebagaimana yang dikemukakan oleh al-farabi dan ibnu sina sebelumnya.
Perluh di ketahui bahwa para filosof
muslim pada umumnya menyebut Allah itu adalah ‘aql. Argumen yang mereka majukan
adalah Allah pencipta dan pengatur alam yang beredar menurut natur
rancangan-Nya, mestilah ia memiliki daya berpikir. Kemudian dalam mentauhidkan
Allah semutlak-mutlaknya, para filosof muslim menyebut Allah adalah zat yang
mempunyai daya berpikir (‘aql), juga berpikir (‘aqil) dan objek pemikiranya
sendiri (ma’qul). Keseluruhanya adalah zat-Nya yang Esa.
Sebagaimana Aristoteles, ibnu bajjah
juga mendasarkan filsafat metafisikanya pada fisika. Argument adanya Allah
adalah dengan adanya gerakan di alam ini. Jadi, Allah adalah azali dan
gerakanya adalah bersifat tidak terbatas.
Disinlah letak kelebihan ibnu bajjah
walaupun ia berangkat dari filsafat gerak aristoteles, namun ia kembali kepada
ajaran islam. Dasar filsafat aristoteles ialah ilmu pengetahuan alam yang tidak
mengakui adanya sesuatu di balik alam empiris ini. Kendatipun penggerak pertama
berbeda dengan materi, namun ia masih bersifat empiris. Ibnu bajjah tampaknya
berupaya mengislamkan argument metafisika aristoteles. Karena itu , menurutnya
Allah tidak hanya penggerak, tetapi ia adalah pencipta dan pengatur alam
JIWA
Menurut pendapat ibnu bajjah, setiap
manusia mempunyai jiwa. Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani.
Jiwa adalah penggerak bagi manusia. Jiwa di gerakkan dengan dua jenis alat:
alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah. Alat-alat jasmaniah antaranya
ada berupa buatan dan ada pula berupa alamiah, seperti kaki dan tangan.
Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat buatan’ yang di sebut juga oleh
ibnu bajjah dengan pendorong naluri (al-harr al-garizi) atau roh insting. Ia
terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.
Jiwa menurut ibnu bajjah, adalah
jauhar rohani, akan kekal setelah mati. Di akhirat jiwalah yang akan menerima
pembalasan, baik balasan kesenangan (surga) maupun balasan siksaan (neraka).
Akal, daya berpikir bagi jiwa, adalah satu bagi setiap orang yang berakal. Ia
dapat bersatu dengan akal fa’al yang di atasnya dengan jalan ma’rifah filsafat.
·
AKAL DAN MA’RIFAH
Ibnu bajjah menempatkan akal dalam
posisi yang sangat penting. Dengan perantaraan akal, manusia dapat mengetahui
sesuatu, termasuk dalam mencapai kebahagiaan dan masalah ilahiyat. Akal menurut
ibnu bajjah terdiri dari dua jenis. Akal teoritis dan akal praktis. Akal
teoritis di peroleh hanya berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu yang kongkret
atau abstrak. Sedangkan akal praktis di peroleh melalui penyelidikan
(eksperimen) sehingga menemukan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, pengetahuan yang di
peroleh akal ada dua jenis pula. Yang dapat di pahami , tetapi tidak dapat di
hayati; yang dapat dipahami dan dapat pula dihayati. Berbeda dengan Al-ghazali,
menurut ibnu bajjah manusia dapat mencapai puncak ma’rifah dengan akal semata,
bukan dengan jalan sufi melalui al-qlb, atau al-zauq. Manusia kata ibnu bajjah,
setelah bersih dari sifat kerendahan dan keburukan masyarakat akan dapat
bersatu dengan akal aktif dan ketika itulah ia akan memperoleh puncak ma’rifah
karena limpahan dari Allah.
·
AKHLAK
Ibnu bajjah membagi perbuatan
manusia kepada dua bagian. Bagian pertama, ialah perbuatan yang timbul dari
motif naluri dan hal-hal lain yang berhubungan denganya, baik dekat atau jauh.
Bagian kedua ialah perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan
yang bersih dan tinggi dan bagian ini disebutnya, perbuatan-perbuatan manusia.
Pangkal perbedaan antara kedua
bagian tersebut bagi ibnu bajjah bukan perbuatan itu sendiri melainkan
motifnya. Untuk menjelaskan kedua macam perbuatan tersebut, ia mengemukakan
seorang yang terantuk dengan batu, kemudian ia luka-luka, lalu ia melemparkan
batu itu. Kalau ia melemparnya karena telah melukainya maka ia adalah perbuatan
hewani yang didorong oleh naluri kehewananya yang telah mendiktekan kepadanya
untuk memusnahkan setiap perkara yang menganggunya.
Kalau melemparkanya agar batu itu
tidak mengganggu orang lain,bukan karena kepentingan dirinya, atau marahnya
tidak bersangkut paut dengan pelemparan tersebut, maka perbuatan itu adalah
pekerjaan kemanusiaan. Pekerjaan yang terakhir ini saja yang bisa dinilai dalam
lapangan akhlak, karena menurut ibnu bajjah hanya orang yang bekerja dibawah
pengaruh pikiran dan keadilan semata-mata, dan tidak ada hubunganya dengan segi
hewani padanya, itu saja yang bisa dihargai perbuatanya dan bisa di sebut orang
langit.
Setiap orang yang hendak menundukkan
segi hewani pada dirinya, maka ia tidak lain hanya harus memulai dengan
melaksanakan segi kemanusiaanya. Dalam keadaan demikianlah, maka segi hewani
pada dirinya tunduk kepada ketinggian segi kemanusiaan, dan seseorang menjadi
manusia dengan tidak ada kekuranganya, karena kekurangan ini timbul disebabkan
ketundukanya kepada naluri.
·
MANUSIA
PENYENDIRI
Filsafat ibnu bajjah yang paling
populer ialah manusia penyendiri (al-insan al-munfarid) dalam menjelaskan
manusia penyendiri ini, ibnu bajjah terlebih dahulu memaparkan pengertian
tadbir al-mutawahhid. Lafal tadbir, adalah bahasa arab, mengandung pengertian
yang banyak, namun pengertian yang diinginkan oleh beliau ialah mengatur
perbuatan untuk mencapai tujuan yang di inginkan, dengan kata lain aturan yang
sempurna. Dengan demikian, jika tadbir dimaksudkan pengaturan yang baik untuk
mencapai tujuan tertentu,maka tadbir tentu hanya khusus bagi manusia. Sebab
pengertian itu ,hanya dapat dilakukan dengan perantaraan akal,yang akal
hanya terdapat pada manusia. Dan juga perbuatan manusia berdasarkan
ikhtiar. Hal inilah yang membedakan manusia dari makhluk hewan.
Lebih lanjut ibnu bajjah menjelaskan
tentang tadbir bahwa kata ini mencakup pengertian umum dan khusus
.tadbir dalam pengertian umum, seperti disebutkan diatas ,adalah segala bentuk
perbuatan manusia. Sementara itu tadbir dalam pengertian khusus
adalah pengaturan negara dalam pencapaian tertentu. Yakni kebahagian.pada pihak
lain ,filosof pertama spanyol ini menghubungkan istilah tadbir pada Allah
swt.maha pengatur, yang disebut al-mutadabbir.ia telah mengatur alam sedemikian
rapi dan teratur tanpa cacat.
Pemakaian kata ini kepada Allah hanya untuk penyerupaan semata. Akan tetapi,pendapat
ibnu bajjah ini memang ada benarnya.tadbir yang akan dilaksanakan manusia
mestinya mencontoh kepada tadbirnya allah swt.terhadap alam
semesta.selain itu, tadbir hanya bisa dilaksanakan degan akal dan
ikhtiar.pengertian ini tercakup manusia yang memiliki akal dan allah yang dalam
filsafat disebut dengan aql.
Adapun yang disebut degan istilah
al-mutwahhid ialah manusia penyendiri. Degan kata lain, seorang atau beberapa
orang, mereka mengasingkan diri masing-masing secara sendiri-sendiri, tidak berhubungan
dengan orang lain , mereka harus mengasingkan diri dari sikap dan
perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak baik. Mereka cukup hanya berhubungan
dengan ulama atau ilmuwan, apabila para filosof tidak melakukan hal demikian
mereka tidak akan mungkin berhubungan dengan akal fa’al karena pemikiran mereka
akan merosot dan tidak pernah mencapai tingkat akal mustafad,yakni akal yang
dapat berhubungan dengan akal fa’al. itulah sebabnya beliau menyamakan manusia
penyendiri bagaikan tumbuhan. Jika ia tidak menyendiri dalam menghadapi kondisi
seperti itu ia akan layu, artinya pemikiran filsafatnya mengalami kemunduran.
Jika ini terjadi filosof di maksud tidak akan pernah mencapai kebahagiaan
(sa’adah). Ibnu bajjah dalam filsafatnya ini dapat di kelompokkan ke dalam
filosof yang mengutamakan amal untuk mencapai derajat manusia yang sempurna.
Pada pihak lain, filsafat manusia penyendiri ibnu bajjah ini cocok dengan zaman
modern ini. Manusia apabila hidup dalam masyarakat yang bergelimang dalam
kemaksiatan dan kebobrokan atau dalam masyarakat materialistis harus membatasi
pergaulanya dalam masyarakat dan ia hanya berhubungan dengan masyarakat ketika
memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupannya semata.
DAFTAR
PUSTAKA
Mustofa, Filsafat
Islam, Jakarta, CV Pustaka Setia: 2004
Zar,
Sirajuddin. Filsafat Islam, filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT, Raja
Grafindo, 2004
Hanafi,
Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Fuad, Ahmad,
Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 199
Ahmad hanafi. Pengantar filsafat Islam.
(Jakarta: Bulan Bintang,1991) hal. 157
Sirajuddin
Zar. Filsafat Islam.(Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2004) hal. 185
A. Mustofa.Filsafat
Islam.(Bandung: Cv Pustaka Setia, 2004) hal. 258
Tidak ada komentar:
Posting Komentar