Al-Farabi
adalah penerus tradisi intelektual al-Kindi, tapi dengan kompetensi,
kreativitas, kebebasan berpikir dan tingkat sofistikasi yang lebih tinggi lagi.
Jika al-Kindi dipandang sebagai seorang filosof Muslim dalam arti kata yang
sebenarnya, Al-Farabi disepakati sebagai peletak sesungguhnya dasar piramida
studi falsafah dalam Islam yang sejak itu terus dibangun dengan tekun. Ia
terkenal dengan sebutan Guru Kedua dan otoritas terbesar setelah panutannya
Aristoteles. Ia termasyhur karena telah memperkenalkan dokrin “Harmonisasi
pendapat Plato dan Aristoteles”. Ia mempunyai kapasitas ilmu logika yang
memadai. Di kalangan pemikir Latin ia dikenal sebagai Abu Nashr atau Abunaser.
A. Sejarah Riwayat Hidup Al-Farabi
Al-Farabi nama lengkapnya adalah Abu Nasr Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Auzalagh, yang biasa disingkat saja menjadi al-Farabi.
Ia dilahirkan diwasij, distrik farab, Turkistan pada tahun 257H/ 870M. ayahnya
seorang jendral berkebangsaan Persia dan ibunya berkebangsaan Turki. Oleh sebab
itu, terkadang ia dikatakan keturunan Persia dan terkadang ia dikatakan
keturunan Turki.
Menurut beberapa literature, Al-Farabi dalam usia 40
tahun pergi ke Baghdad, sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia
dikala itu. Ia belajar kaidah-kaidah bahasa arab kepada abu bakar al-saraj dan
belajar logika serta filsafat kepada seorang Kristen, Abu Bisyr Mattius ibnu
Yunus. Kemudian ia pindah keharran, pusat kebudayaan Yunani diasia kecil dan
berguru kepada Yuhanna ibnu jailan. Akan tetapi, tidak beberapa lama ia kembali
ke Baghdad untuk memperdalam ilmu filsafat.diantara muridnya yang terkenal
adalah Yahya ibnu Adi, filosof Kristen.
Pada tahun 330H/ 945M, ia pindah ke Damaskus dan
berkenalan dengan Saif Al-Daulah Al-Hamdani, sultan dinasti Hamdan di Aleppo.
Sultan tampaknya amat terkesan dengan kealiman dan keintelektualan al-farabi,
lalu diajaknya pindah ke Aleppo. Akhirnya pada bulan Desember 950M filosof
Muslim besar ini menghembuskan nafasnya yang terakhir di Damaskus dalam usia 80
tahun.
Sebagaimana
filosof yunani, Al-Farabi menguasai berbagai disiplin ilmu. Berdasarkan karya
tulisnya, filosof muslim keturunan Persia ini menguasai matematika, kimia,
astronomi, musik, ilmu alam, logika, filsafat, bahasa, dan lain-lainnya.
Al-Farabi dalam
dunia intelektual islam mendapat kehormatan dengan julukan al-Mu’allim
al-sany (guru kedua). Penilaian ini dihubungkan dengan jasanya sebagai
penafsir yang baik dari logika Aristoteles.
B. Karya-karya Al-Farabi
Di antara karya
tulis Al-Farabi yang terpenting adalah:
1. Syuruh Risalah
Zainun al-Kabir al-yunani,
2. Al-Taliqat,
3. Risalah fima
Yajibu Ma’rifat QablaTa’allumi al-Falsafah,
4. Kitab Tahshil
al-Sa’adah
5. Risalah fi
Itsbat al-Mufaraqat
6. ‘U’yun
al-Masa’il
7. Ara’ Ahl
al-Madinah al-Fadhilah,
8. Ihsha al-Ulum
wa al-Ta’rif bi Aghradiha
9. Maqalat fi
Ma’ani al-Aql
10. Fushul al-Hukm,
11. Risalah al-Aql
12. Al-Siyasah
al-Madaniyah
13. Al-Masail
al-Falsafiyah wa al-Ajwibah ‘anha
14. Al-Ibnah’an
Ghardi Aristo fi Kitabi ma Ba’da al-Thabi’ah.
C. Filsafatnya
1. Rekonsiliasi Al-Farabi
Al-Farabi berusaha memadukan beberapa aliran filsafat
(Al-Falsafah At-Taufiqiyah atau Wahdah Al-Falsafah) yang berkembang
sebelumnya, terutama pemikiran plato, aristoteles dan plotinus, juga antara agama
dan filsafat. Karena itu ia dikenal sebagai filusuf sinkretisme yang
mempercayai kesatuan filsafat. Dalam ilmu logika dan fisika, ia dipengaruhi
oleh Aristoteles. Dalam masalah akhlak dan politik, ia dipengaruhi oleh Plato.
Sedangkan dalam masalah metafisika, ia dipengaruhi oleh Plotinus.
Al-Farabi mempertemukan dua filsafat yang berbeda
seperti halnya Plato dan aristoteles mengenai idea. Aristoteles tidak mengakui
bahwa hakikat itu adalah idea, karena apabila hal tersebut diterima berarti
alam realitas ini tidak lebih dari alam khayal atau sebatas pemikiran saja.
Sedangkan Plato mengakui idea sebagai suatu hal yang berdiri sendiri dan
menjadi hakikat segala-galanya. Al-Farabi menggunakan interpretasi batini,
yakni dengan menggunakan at-ta'wil bila menjumpai pertentangan pikiran antara
keduanya. Menurut al-farabi, sebenarnya aristoteles mengakui alam rohani yang
terdapat diluar alam ini. Jadi filusuf tersebut, sama-sama mengakui adanya
idea-idea pada zat tuhan.
Adapun perbedaan agama dan filsafat, tidak mesti ada
karena keduanya mengacu kepada kebenaran, dan kebenaran itu hanyalah satu,
kendatipun posisi dan cara memperoleh kebenaran itu berbeda, satu menawarkan
kebenaran dan lainnya mencari kebenaran. Tetapi kebenaran yang terdapat pada
keduanya adalah serasi karena bersumber dari akal aktif. Kebenaran yang
diperoleh filusuf dengan perantaraan akal mustafad, sedangkan Nabi melalui
perantaraan wahyu.
2. Ketuhanan
Al-Farabi dalam pembahasan tentang ketuhanan
mengompromikan antara filsafat Aristoteles Neo-Platonisme, yakni al-Maujud
al-Awwal sebagai sebab pertama bagi segala yang ada. Konsep ini tidak
bertentangan dengan ke Esaan yang mutlak dalam ajaran Islam.
Dalam
membuktikan adanya Allah Al-Farabi mengemukakan dalil Wajib Al-Wujud dan
Mukmin Al-Wujud.
Adapun yang dimaksud dengan Wajib Al-Wujud
adalah wujudnya tidak boleh tidak mesti ada, ada dengan sendirinya, karena
naturnya sendiri yang menghendaki wujudnya. Wajib al-Wujud inilah yang
disebut dengan Allah.
Sementara itu, yang dimaksud dengan Mukmin Al-Wujud
ialah sesuatu yang sama antara berwujud dan tidaknya. Mukmin Al-Wujud
tidak akan berubah menjadi wujud aktual tanpa adanya wujud yang menguatkan dan
yang menguatkan adanya itu bukan dirinya, tetapi adalah Wajib Al-Wujud
(Allah). Tentang sifat-sifat Allah Al-Farabi sejalan pendapatnya dengan
Mu'tazilah, yakni sifat-sifat Allah tidak berbeda dengan substansinya.
Sebaliknya jika sifat-sifat Allah itu berada dengan substansi-Nya maka bersifat
qadim.
Untuk tahu atau yakin terhadap esensi wujud Allah,
menurut Al-Farabi, tidak perlu dengan menambahkan sifat-sifat tertentu pada zat
Allah. Hal ini disebabkan pengetahuan tentang zat Allah lebih nyata dan yakin
dari pengetahuan kita terhadap yang selain-Nya. Sebab Allah adalah wujud yang
paling sempurna, maka pengetahuan tentang dia adalah pengetahuan yang paling
sempurna pula.
Allah bagi Al-Farabi, adalah 'Aql murni. Ia Esa
adanya dan menjadi objek pemikiran-Nya hanya substansi-Nya. Ia tidak memerlukan
sesuatu yang lain untuk memikirkan substansi-Nya sendiri. Jadi Allah adalah 'Aql,
'Aqil, dan Ma'qul (Akal, substansi yang berfikir, dan substansi yang
difikirkan).
Tentang ilmu Allah, pemikiran Al-Farabi terpengaruh
oleh Aristoteles yang mengatakan bahwa Allah tidak mengetahui dan tidak
memikirkan alam. Pemikiran ini dikembangkan oleh Al-Farabi dengan mengatakan
bahwa Allah tidak mengetahui yang juz'iyyat. Allah sebagai akal yang
jelas hanya dapat menangkap yang kully (universal), sedangkan untuk
mengetahui yang juz'i hanya dapat ditangkap dengan panca indra. Oleh karena
itu, pengetahuannya tentang juz'i tidak secara langsung, melainkan lewat
kulli yang ia sebagai sebab bagi yang juz'i.
Tentang asma al-husna, menurut Al-Farabi, kita boleh
saja menyebutkan nama-nama tersebut sebanyak yang kita inginkan, tetapi nama tersebut
tidak menunjukan adanya bagian-bagian pada zat Allah atau sifat-sifat yang
berbeda dari zat-Nya.
3. Emanasi
Al-Farabi menemui kesulitan dalam menjelaskan
bagaimana terjadinya yang banyak (alam) yang bersifat materi dari Esa (Allah)
jauh dari materi dan maha sempurna. Al-Farabi menggunakan teori
Neo-Platonisme-monistik tentang emanasi. Filsafat yunani seperti aristoteles,
menganggap bahwa tuhan bukanlah pencipta alam, melainkan sebagai penggerak
pertama (prima causa). Sedangkan dalam doktrin mutakallimin, tuhan adalah
pencipta yang menciptakan dari tiada menjadi ada. Bagi Al-Farabi, tuhan
menciptakan sesuatu dari bahan yang sudah ada secara pancaran. Tuhan
menciptakan alam semenjak zaman azali dengan materi alam berasal dari energy
yang qadim. Sedangkan susunan materi yang menjadi alam adalah baru.
Proses emanasi itu sebagai berikut; tuhan sebagai akal
berpikir tentang diri-nya dan dari pemikirinnya ini timbul satu maujud lain.
Tuhan merupakan wujud pertama (al-wujud al-awwal) dan dengan pemikiran
itu timbul wujud kedua (al-wujud al-tsani) yang juga mempunyai subtsani.
Ia disebut akal pertama (al-‘Aql al-awwal, first intelegence) yang tidak
bersifat materi (jauhar ghair mutajassim ashlam wa la fi madah). Wujud
kedua ini berpikir tentang wujud pertama, dan dari pemikiran itu timbul wujud
ketiga (al-wujud al-tsalis) disebut akal kedua (al-‘aql al-tsani,
second intelligence). Wujud kedua atau akal pertama ini juga bepikir
tentang dirinya, dan dari situ timbul langit pertama (al-asma’ al-ula, first
heaven)
Wujud 3/akal 2
- Tuhan = wujud 4/akal 3
- dirinya =
bintang-bintang
Wujud 4/akal 3
- Tuhan = wujud 5/akal 4
- dirinya = saturnus
wujud 5/ akal 4
- Tuhan = wujud 6/akal 5
- dirinya = Jupiter
wujud 6/ akal 5
- Tuhan = wujud 7/akal 6
- dirinya = Mars
wujud 7/ akal 6
- Tuhan = wujud 8/akal 7
- dirinya = Matahari
wujud 8/ akal 7
- Tuhan = wujud 9/akal 8
- dirinya = Venus
wujud 9/ akal 8
- wujud 10/ akal 9
- dirinya = Mercury
wujud 10/ akal
9 - Tuhan = wujud 11/akal 10
- dirinya = Bulan
Pada pemikiran wujud 11/akal 10 berhentilah terjadinya
akal-akal. Tetapi dari akal 10 muncullah bumi serta roh-roh dan materi pertama
yang menjadi dasar dari keempat unsur yakni api, udara, air, dan tanah. Dengan
demikian, ada 10 akal dan 9 langit (dari teori yunani tentang 9 langit (spehere)
yang kekal berputar sekitar bumi). Akal 10 mengatur dunia yang ditempati
manusia ini. Akal 10 ini disebut juga ‘Aql fa’al (akal aktif) atau wajib
al-shuwar (pemberi bentuk) dan terkadang disebut jibril yang mengurusi
kehidupan di bumi.
Al-farabi
mengklasifikasikan yang wujud kepada dua rentetan, yaitu:
1. Rentetan wujud
yang esensinya tidak berfisik. Termasuk dalam hal ini varisat yang tidak
menempati fisik (Allah, akal pertama, dan ‘Uqaul al-Aflak), serta yang
tidak berfisik tetapi bertempat pada fisik (jiwa, bentuk, dan materi).
2. Rentetan wujud
yang berfisik, yaitu benda-benda langit, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan,
benda-benda tambang, dan unsure yang empat (air, udara, tanah, dan api).
Tujuan
al-Farabi mengemukakan teori emanasi tersebut untuk menegaskan ke Maha Esaan
Tuhan. Karena tidak mungkin Esa berhubungan dengan yang tidak Esa atau banyak.
Andaikata alam diciptakan secara langsung, mengakibatkan tuhan berhubungan
dengan yang tidak sempurna, dan ini menodai ke Esaan-Nya. Jadi, dari Tuhan yang
Maha Esa hanya muncul satu, yakni akal pertama yang berfungsi sebagai perantara
dengan yang banyak.
Disamping itu, tuhan juga, bagi Al-Farabi tidak mempunyai kehendak, karena
hal itu membawa kepada ketidak-sempurnaan, termasuk melimpahnya yang banyak
dari diri-Nya secara sekaligus, dan itu tidak terjadi dalam waktu. Dari
pendapat ini al-Farabi hanya menyatakan alam adalah taqaddum zamani, bukan
taqaddum zatti.
4. Jiwa
Jiwa manusia beserta materi asalnya memancar dari akal
kesepuluh. Jiwa adalah jauhar rohani sebagai form bagi jasad. Kesatuan keduanya
merupakan kesatuan secara accident, artinya masing-masing keduanya mempunyai
substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasa pada jiwa. Jiwa
manusia disebut dengan al-nafs al-nathiqah, berasal dari alam ilahi, sedangkan
jasad berasal dari alam khalq, berbentuk, berupa, berkadar, dan bergerak. Jiwa
diciptakan tatkala jasad siap menerimanya.
Bagi Al-Farabi,
jiwa manusia mempunyai daya-daya sebagai berikut:
a. Daya
al-Muharrikat (gerak)
b. Daya
al-Mudrikat (mengetahui)
c. Daya
an-Nathiqat (berfikir)
Daya teoritis
terdiri dari tiga tingkat berikut:
a. Akal potensial
(al-Hayulani)
b. Akal Aktual (al-'Aql
bi al-fi'l)
c. Akal Mustafad (al-'Aql
al-Mustafad)
Tentang bahagia dan sengsaranya jiwa, Al-Farabi
mengaitkan dengan filsafat negara utamanya. Bagi jiwa yang hidup pada negara
utama, yakni jiwa yang kenal dengan Allah dan melaksanakan perintah Allah, maka
jiwa ini menurut Al-Farabi akan kembali ke alam nufus dan abadi dalam
kebahagiaan. Jiwa yang hidup pada negara fasiqah, yakni jiwa yang kenal
dengan Allah, tetapi ia tidak melaksanakan segala perintah Allah, ia kembali ke
alam nufus dan abadi dalam kesengsaraan. Sementara itu, jiwa yang hidup pada
negara jahilah, yakni jiwa yang tidak kenal sama sekali dengan Allah dan tidak
pula pernah melakukan perintah Allah, ia lenyap bagaikan jiwa hewan.
5. akal
Akal menurut Al-Farabi, ada tiga jenis: pertama, Allah
sebagai akal. kedua, akal-akal dalam filsafat emanasi dari satu sampai sepuluh.
Ketiga, akal yang terdapat pada diri manusia. Akal pada jenis pertama dan kedua
tidak berfisik (imateri/ rohani) dan tidak menempati fisik, namun antara
keduanya terdapat perbedaan yang sangat tajam. Allah sebagai akal adalah
pencipta dan esa semutlak-mutlaknya, Maha sempurna dan tidak mengandung
pluralitas sebagai zat yang Esa, maka objek ta'aqqul Allah hanya satu,
yakni zat-Nya. Jika diandaikan objek ta'aqqul Allah lebih dari satu,
maka pada diri Allah terjadi pluralitas.Hal ini bertentangan dengan prinsip
tauhid.
Adapun akal
jenis kedua, yakni akal-akal pada filsafat emanasi, akal pertama esa pada
zat-Nya, tetapi dalam dirinya mengandung keanekaragaman potensial.
Akal jenis ketiga ialah akal sebagai daya berfikir
yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal jenis ini juga tidak berfisik, tetapi
bertempat pada materi. Akal ini bertingkat-tingkat, yang terdiri dari akal
potensial, akal aktual, akal mustafad. Akal yang disebut terakhir ini yang
dimiliki para filosof yang dapat menangkap cahaya yang dipancarkan Allah ke
alam materi melalui akal kesepuluh (akal fa'al).
6. Moral
Al-Farabi menekankan empat jenis sifat utama yang
harus menjadi perhatian untuk mencapai kebahagiaan didunia dan diakhirat bagi
bangsa-bangsa dan setiap warga negara, yakni:
a. keutamaan
teoritis, yaitu prinsip-prinsip pengetahuan yang diperoleh sejak awal tanpan
diketahui cara dan asalnya, juga yang diperoleh dengan kontemplasi, penelitian
dan melalui belajar dan mengajar.
b. keutamaan
pemikiran, adalah yang memungkinkan orang mengetahui hal-hal yang bermanfaat
dalam tujuan.
c. Keutamaan
akhlak, bertujuan mencari kebaikan. Jenis keutamaan ini berada dibawan dan menjadi
syarat keutamaan pemikiran. Kedua jenis keutamaan tersebut, terjadi dengan
tabiatnya dan bisa juga terjadi dengan kehendak sebagai penyempurna tabiat atau
watak manusia.
d. Keutamaan
amaliyah, diperoleh dengan dua cara, yaitu pernyataan-pernyataan yang memuaskan
dan merangsang. Cara lain adalah pemaksaan.
Selain
keutamaan diatas al-Farabi menyarankan agar bertindak tidak berlebihan yang
dapat merusak jiwa dan fisik, atau mengambil posisi tengah-tengah.
7. Negara Utama/ Politik
Manusia menurut al-farabi bersifat sosial yang tidak
mungkin hidup sendiri-sendiri. Manusia hidup bermasyarakat dan bantu-membantu
untuk kepentingan bersama dalam mencapai tujuan hidup. Masyarakat menurutnya,
terbagi menjadi dua macam, yakni masyarakat sempurna dan masyarakat tidak
sempurna. Masyarakat yang disebut pertama, yakni masyarakat kelompok besar,
bisa berbentuk masyarakat kota, bisa pula masyarakat yang terdiri dari beberapa
bangsa yang bersatu dan bekerja sama secara internasional. Sementara itu,
masyarakat yang disebut kedua, seperti masyarakat dalam satu keluarga atau
masyarakat se desa. Masyarakat yang terbaik adalah warga masyarakat yang
bekerja sama, saling membantu untuk mancapai kebahagiaan. Masyarakat seperti
ini di sebut dengan masyarakat utama.
Melalui bukunya yang fundamental Ara’ Ahl al-Madinah
al-Fadhilah, Al-Farabi membagi Negara atau pemerintahan menjadi Negara utama
(alMadinah al-Fadhilah), Negara Jahil (al-Madinah al-Jahilah), Negara Sesat
(al-Madinah al-dhalah), Negara Fasik (al-Madinah al-Fasiqah), dan Negar Berubah
(al-Madinah al-Mutabadilah). Akan tetapi bahasan Al-Farabi lebi terfokus pada
Negara utama.
Negara utama, sebagai satu masyarakat yang sempurna
(al-mujtami al-kamilah), dalam arti masyarakat yang sudah lengkap
bagian-bagiannya, diibaratkan oleh Al-Farabi sebagai organisme tubuh manusia
dengan anggota yang lengkap. Masing-masing organ tubuh harus bekerja sesuai
dengan fungsinya. Fungsi utama dalam filsafat politik atau pemerintahan
Al-Farabi adlah fungsi jantung (al-qalb) didalam tubuh manusia. Kepala Negara
merupakan sumber seluruh aktivitas, sumber peraturan, dan keselarasan hidup
dalam masyarakat.
Menurut Al-Farabi, Kepala Negara haruslah yang paling
unggul, baik dalam bidang intelektual maupun moralnya diantara yang ada.
Disamping daya profetik yang dikaruniakan tuhan kepadanya, ia harus memiliki
kualitas-kualitas berupa: kecerdasan, ingatan yang baik, pikiran yang tajam,
cinta pada pengetahuan, sikap moderat dalam hal makanan, minuman seks, cinta
pada kejujuran, kemurahan hati, kesederhanaan, cinta pada keadilan, ketegaran
dan keberanian, serta kesehatan jasmani dan kefasihan berbicara. Pemikiran Al-Farabi tentang kenegaraan tersebut terkesan
ideal sebagaimana halnya konsepsi yang ditawarkan oleh plato.
Keunggulan filsafat pemerintahan Al-Farabi ini
terletak pada tujuan pemerintahan yang hendak dicapai, yakni kebahagiaan dunia
dan akhirat. Oleh karena itu, peranan kepala pemerintahan sangat menentukan,
yang tidak hanya ia berfungsi sebagai penyelenggara Negara dalam urusan
material rakyatnya, tetapi ia juga berfungsi sebagai pendidik dan pengajar
rakyatnya dalam urusan spiritual.
8. Teori tentang kenabian
Sifat utama seorang nabi menurut al farabi ialah nabi
memilki daya imajinasi yang melaluinya dapat berhubungan langsung dengan
intelegensi agen dikala tidur dan jaga, dan dapat mencapai visi dan inspirasi.
Adapun wahyu hanyalah suatu pemancaran dari tuhan melalui intelegensi agen.
Didalam daya imajinasilah tercipta gambaran-gambaran
mental yang sesuai dengan dunia spiritual. Karena itu orang yang sedang tidur
menyaksikan alam ghaib dan bisa merasakan kenikmatan atau kesengsaraan.
Imajinasi bisa juga naik kedunia langit dan berhubungan dengan intelegensi agen
sehingga ia bisa menerima keputusan langit tentang masalah-masalah dan
kejadian-kejadian tertentu. Melalu hubungan ini, yang bisa terjadi siang
ataupun malam, kenabian dapat diterangkan karena ia merupakan sumber mimpi yang
benar dan wahyu.
Menurut Alfarabi, bila imajinasi begitu kuat dan
sempurna pada diri seseorang dan sepenuhnya teratasi oleh perasaan-perasaan
luar maka ia dapat berhubungan dengan intelegensi agen, yang darinya
tercerminlah gambaran-gambaran yang paling indah dan sempurna. Siapapun yang
melihat gambaran-gambaran tersebut, ia akan menyaksikan keagungan tuhan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar